Wednesday, March 1, 2023

Cerita III - Simulacras

   

pict:pixabay-pixabay/id/vectors

Cerita III - Simulacras

Remaja era informatika siapa yang tak kenal dengan instagram. Saya rasa mungkin bahkan sudah akrab luar dalam. Penunjanng eksistensi penggunanya, ajang pamer, dan masih banyak fungsi-fungsi lainnya. Tak jarang instagram menjadi media peretemuan takdir antar seseorang. 

Berawal dari rekomendasi follower disela-sela iklan yang random, sampai menimbulkan rasa penasaran, dan rasa gatal jempol penggunanya untuk menulis kata sapaan di fitur pesan langsung (direct message). 

Baca juga : Cerita I - Membual

Mengalir dan dirasa cocok merekapun beranjak kelangkah selajutnya yaitu pertemuan antar raga. Dari langkah ini, tak sedikit pengguna merasa kecewa karena dibunuh ekspektasinya sendiri. 

Eumm kira-kira apa penyebabnya? Mari kita ulas salah satu faktor kunci yaitu mungkin beranngkat dengan harapan yang ditemuinya haruslah sama dengan apa yang ada di lapak profil lawan pengguna. Karena sudah banyak teknologi-teknologi pendukung berupa efek kamera untuk memodifikasi wajah yang biasa menjadi luar biasa diinstagram. 

Kecewa muncul setelah memutuskan untuk bertatap muka namun ternyata jauh dari apa yang diharapkan pengguna. Ada yang kelihatannya oke luar biasa, begitu berjumpa berubah menjadi dragon. Hahahaa. Walaupun ada kasus demikian, tidak lantas bernasib serupa dengan pengguna yang sial tersebut. 

Baca juga : Cerita II - Minum Tehmu

Ada juga yang bahkan melewati ekspektasinya. Instagram dan jenis lainnya (platform komunikasi) seperti facebook, twitter dalam perspektif lainpun menurutku ada indikasi berbahaya juga ketika melihat mereka dengan meminjam kaca mata jean-baudrillard, seperti hilangnya atau biasnya ruang privat dan ruang publik. 

Coba pemirsa bayangkan ketika seseoranng justru lupa menyapa tetangga rumahnya dan justru aktif menyapa kawan-kawan yang sebenarnya mungkin apakah mereka benar-benar manusia atau bot (computer). Dan juga manusia seakan lebih jujur didunia simulasinya keetimbang ketika mereka beraktifitas didunia nyata. Aneh kan?. Memang aneh kawan-kawan.

Bahaya selanjutnya dari platform media sosial adalah post-truth. Post truth yang saya pahami kurang lebih seperti ini, dimana kebohongan bisa menyamar menjadi kebenaran. Adapun sadar akan kebenaran, mereka yang terjangkit post-truth cenderung lupa substansi konteks permasalahan dan mengedepankan sisi emosional saja. 


Contoh seorang kawan mempunyai kulit yang berwarna hitam, dan dia merasa tertindas lewat identitas. Kemudian doi membaca spanduk iklan tentang merk obat pemutih A. tanpa babibu wasweswos wagwigwug langsunglah doi kemakan iklan tersebut tanpa riset terlebih dahulu karena dirasa sudah saatnya dia balas dendam dengan cara dia menjadi putih dengan bantuan obat tersebut. Manipulasi data, manipulasi realita sangat marak di era sekarang terlebih lagi dengan bantuan platform-platform pendukung.


Banyak juuga yang akhirnya berujung sakit hati sebab akhirnya sadr dirinya telah dibodohi dan kemakan issue post-truth. Memang sakit hati tak pernah berbelas kasih. Dia menghampipri siapa saja yang tak memasanng tameng (mekanisme defensive). Pertahanan dalam hal ini bisa berupa ilmu pengetahuan yang telah melalui kontemplasi yang dalam atau kemantapan atas pengetahuannya. Berattt.




Semoga hari kalian menyenangkan  ^_^

No comments:

Post a Comment