pict by : pixabay-qimono
Mimpi Ngalor Dan Mimpi Ngidul Homo Sapiens
Sebatang Pertama
Perlahan tapi pasti, kerja-kerja yang biasa dilakukan homo sapiens mulai tergantikan perannya. Investasi besar-besaran homo sapiens pada ilmu pengetahuan, melahirkan begitu banyak alat bantu yang dikenal sebagai teknologi.
Bahkan homo sapiens mulai mampu mentransfer kecerdasannya pada alat yang dibuatnya. Kecerdasan tanpa emosi, yang mungkin terbilang lebihi presisi. Secara normatif, penemuan ini jelas sangat membantu homo sapiens.
Baca juga : MITOS
Kecerdasan buatan homo sapiens atau yang dikenal dengan nama artificial intelligence, merupakan simulasi dari kecerdasan yang dimiliki homo sapiens, yang kemudian dikonversikan ke alat bantu berupa komputer.
AI (artificial intelligence) bekerja dengan data yang menjadi basis pengetahuannya. Dari data tersebut AI kemudian belajar, merespon, dan mengkoreksi dirinya. Sama halnya homo sapiens yang memperkaya pengetahuannya dengan belajar dari pengalamannya. Bedanya AI (artificial intelligence) lebih presisi dan konsisten, karena tidak pernah terdistraksi emosi.
Batang Kedua
Seorang pengusaha asal amerika bernama Elon Musk merupakan tokoh penting dalam perkembangan AI. Mas Elon bersama Sam Altman mendirikan perusahaan riset teknologi yang bernama OpenAI. Dan yang sedang ramai dibicarakan warga twitter adalah produk dari OpenAI yaitu ChatGPT.
ChatGPT adalah website dengan format dialog chatbot, dimana pengguna website tersebut bisa nenanyakan apa saja, dan ChatGPT akan membuatkan jawaban dengan teks yang konkret berupa artikel dan tutorial.
Baca juga : Patah satu tak kunjung tumbuh
Cara kerjanya mirip ketika kita bertanya kepada google, bedanya adalah kita cukup bertanya dan ChatGPT memberi jawabannya menjadi satu. ChatGPT juga sanggup membuat puisi dengan kata kunci yang kita berikan, dan bahkan mamu membuatkan rincian biaya ketika anda ingin berliburan ke Bali dengan detail.
Batang Ketiga
Walaupun masih dalam pengembangan, apa yang mampu dilakukan AI cukup menakjubkan. Namun perlu kebijaksanaan dalam menggunakannya. Terlepas benar dan salah, seorang siswa di China pernah menggunakan ChatGPT untuk menyelesaikan tugas sekolahnya. Hal ini bisa berimbas pada kemandirian si anak dalam berpikir, dan mempunyai kecenderungan bergantung pada alat tersebut.
Sepertinya budaya menghafal dalam sekolah memang telah usang. Sebab apa yang perlu dihapalkan, sudah tersedia diberbagai macam database. Tinggal mengaksesnya saja. Critical Thinking harus lebih diprioritaskan agar homo sapiens tak kalah saing dengan AI.
Baca juga : Animisme, Dinamisme, dan Sepakbola Isme
Batang Keempat
Perkembangan teknologi yang mampu menjadi mimpi indah sekaligus mimpi buruk. Mimpi indah karena mampu menyokong agresi homo sapiens untuk semakin menguasai dunia. Menjadi mimpi buruk barangkali fenomena keterantungan ini justru mematikan daya kreatifitas homo sapiens dimasa yang akan datang. Mungkin untuk sekarang belum terlalu terasa.
Semoga saja tidak. Seperti contoh transisi teknologi masa pandemi. Manusia dituntut berkomunikasi secara virtual selama kira-kira dua tahun. Banyak yang memperkirakan bahwa skill sosial manusia bakal tak selincah sebelumnya, karena terbiasa bergantung dengan alat bantu. Nyatanya selepas pandemi, manusia kembali menonton film di bioskop, dimana sebelumnya penggunaan netflix naik berkali-kali lipat sebab pembatasan ruang gerak akbat pandemi.
Pasti banyak cara untuk manusia supaya tetap menjadi manusia.
wes lah kesel
Seperti biasa wankawan, silakan mengkoreksi.
Aku Sayang Kalian ^_^
No comments:
Post a Comment