pict by:pixabay-openclipart-vectors
Patah Satu Tak Kunjung Tumbuh (Kudeta Raja Ponsel)
Sudah banyak contoh mulai dari individu maupun keloompok yang terbunuh eksistensinya akibat tidak beradaptasi dengan zaman. Seperti hukum evolusi yang mengatakan bahwa sesuatu yang tidak berkembang akan tergantikan. Dalam kasus ini kita coba menilik apa yang terjadi brand digital yang pernah tak terkalahkan yaitu Nokia.
Baca juga : Mimpi Ngalor Dan Mimpi Ngidul Homo Sapiens (tantangan masa depan)
Nokia sempat menjadi raja pada masa keemasaanya. Namun pada
akhirnya banyak pengguna yang berpaling dari wajah sang raja. Padahal dalam
kurun waktu yang terbilang lama, Sang raja ponsel Nokia memimpin evolusi
ponsel. Dominasi sang raja bahkan menguassai 40% pasar telepon seluler.
Sampai kemdian muncul nama-nama besar seperti Samsung,
Apple, yang mengancam domnasi perusahaan asal Finlandia tersebut. Faktor
terbesarnya justru dari internal Nokia itu sendiri. Teknkologi
mengalami perubahan begitu sangat pesat. Apa yang dialami Nokia, menjadi
pelajaran ersendiri bagi para pengembang jika ingin langgeng dalam bisnis ini.
Baca juga : Dijajah semenjak bercermin
Pada tahun 1990-an, tim manajeman Nokia yang gigih dan
visioner mampu menggunakan teknologi inovatif, pada saat eropa sedang
cepat-cepatnya memajukan jaringan telekomunikasi dan digitalisasi. Atas
emampuan membaca peluang dan kedisiplinannya, Nokia mampu mengalahkan
pesaingnya. Bahkan dari tahun 1996-2000, total karyawan nokia meningkat sampai
150 persen dan laba naik 503 persen.
Namun tekanan jangka pendek menekan para manajerial
sehingga luput akan inovasi dan pengembangan jangka Panjang. Antara periode
2001-2005 api semangat kembali dinyalakan guna mendorong Nokia kembali dalam
keadaan yang stabil. Akan tetapi bisa dibilang gagal. Bukan kenaikan justru
malah penurunan.
Turunnya tahta Nokia dari singgahsana pasar ponsel tak
terbilang sederhana. Persaingan internal perusahaan niscaya menjadi
penyebabnya. Ketidak mampuan Nokia dalam beradaptasi berdasarkan hal tersebut.
Keangkuhan menjadi sesuatu yang mencolok dalam tubuh Nokia. Sifat konservatif
berujung pada keputusan strategis yang buruk.
Ditambah pada tahun 2004 dengan dilaksanakannya realokasi
kepemimpinan dan reorganisasi bisa dibilang berjalan buruk. Sehingga banyak tim
eksekutif yang kabur mengeluarkan diri beserta staff-staff pentingnya.
Baca juga : Sundul Sundulan (minta rokok dong)
Kesuksesannya seakan menutup mata mereka dengan lebih
bermain aman. Yang berakibat pada kurangnya inovasi dan tidak berani mengambil
resiko. Padahal hal tersebut sangat penting bagi bisnis yang ingin tumbuh dan
semakin berkembang.
Kesempatan ini tentu diambil oleh para kompetitornya.
Dengan struktur yang lebih matang, dan langkah strategis yang lebih berkembang,
puncaknya pada tahun 2010 ke atas Nokia mulai tereduksi dan tergantikan oleh
para kompetitornya.
*Bagi kawan-kawan yang lebih mengetahui sejarahnya atau
masalahnya, dipersilahkan untuk meralat tulisan ini.
Aku Sayang Aku ^_^
No comments:
Post a Comment