Wednesday, February 15, 2023

SIAP SENIOR

 

pict by:pixabay

SIAP SENIOR!

Sindrom pascakekuasaan diartikan seperti ketika seseorang merasa mempunyai kekuatan melakukan sesuatu, namun sebenarnya tidak ada hak atas kekuatan itu. Kekuatan tersebut bisa dianalogikan seperti penguasa yang telah habis masa periodenya, seseorang yang setelah purna jabatannya, namun seakan dirinya masih mempunyai jabatan tersebut. 

Fenomena seperti itu tidak hanya menjangkit urusan struktural saja, bisa juga menjangkit seseorang yang merasa dirinya lebih tinggi daripada seseorang yang lain. Manusia yang belum sempat menyingkap tabir kebodohan, akan menganggap hal ini sebagai fenomena yang wajar. Wajar karena mereka menganggap bahwa hal ini sudah turun temurun diwariskan, dipraktikan, dan menjadi lazim.

Langgengnya praktik budaya ini tanda ekosistem didalamnya cenderung kolot. Tidak ada evaluasi nilai dari tindakan-tindakan serupa. Contohnya adalah mahasiswa yang merasa lebih dulu masuk perkuliahan, akan menganggap mahasiswa baru sebagai ladang eksploitasi. 

Mereka seakan punya hak atas tindakan ekslpoitatif sebab pengalaman mereka terdahuhlu. Dengan dalih bahwa zaman mereka lebih jaya ketimbang zaman yang baru. Kebodohan yang transparan tanpa ditutup-tutupi.

Masih berkaitan dengan fenomena sindrom diatas, kebanyakan pengidap mengatasnamakan penindasan yang dilakukan dengan balutan kekeluargaan. Semacam wacana kontruksi untuk melanggengkan legitimasi sindrom tersebut. 

Sederhananya adalah konsepsi-konsepsi senioritas selalu dibiaskan dengan diksi kekeluargaan untuk memperdaya korban-korbannya. Dengan dalih ibarat keluaraga, yang tua harus dihormati, tapi tidak menhormati yang lebih muda. 

Dogma-dogma kurang baik harus diberantas dalam kehidupan kampus. Pembunuhan nalar kritis, saling mengobjekan satu sama lain, berujung penindasan identitas yang masif harus dilawan. 

Baca juga : Hentikan Pertikaian

Kurikulum pada pendidikan organisasi, idealnya mempunyai goals yang terukur dan matang melalui kajian kontekstual. Sehingga menjadikan pendidikan yang sehat bagi subjek-subjek yang terlibat. 

Disaat hegemoni menjangkit dengan hebatnya, saya percaya masih banyak sub-altern yang berusaha muncul kepermukaan. Seseorang yang mengetahui dan sadar akan praktik penindasan tersebut harus memnghimpun kekuatan. Menghimpun kekuatan untuk menyembuhkan para pengidap yang terjangkit sindrom. Salah satu metode perlawanannya adalah perang wacana. 

Wacana tentang pendidikan yang seharusnya membebaskan, bukan mendikte seperti yang dilakukan penindas identitas. Setiap racun ada penawarnya, begitupun kekeliruan.

Baca juga : Individu Versus Everybadeh (Yang penting eksis dulu, lainya ahh gampang)


Semoga hari kalian menyenangkan  ^_^

             

           



No comments:

Post a Comment