Saturday, April 1, 2023

Keyboard warrior



Bullying,keyboard warrior,perpeloncoan, bercanda 100%
pict by : pixabay-geralt


Penindasan

Perpeloncoan merupakan tindakan yang biasa dilakukan dengan cara memberikan intimadasi, hingga kekerasan fisik kepada targetnya. Wilayah yang menjadi tempat favorit tindakan perpeloncoan adalah lembaga pendidikan. Mulai dari pendidikan dasar hingga menengah bahkan perguruan tinggi tak luput dari kasus tersebut.

Namun rupanya praktik bullying tidak terjadi di wilayah pendidikan saja. Praktik bullying juga bisa terjadi di wilayah komunitas masyarakat hingga kantor-kantor perusahaan. Atau dengan kata lain, perpeloncoan dapat terjadi dimanapun dan kapanpun.


Disengaja ataupun tidak, pelaku maupun korban bullying  ternyata tidak terikat usia seseorang. Sebab dalam usia yang terbilang matang, masih memungkinkan menjadi pelaku atau korban dari praktik kekerasan identitas tersebut. 

Motif dari tindakan ini pun beragam mulai dari sekedar mencari perahatian, ikut-ikutan kawan, belum mampu menerima perbedaan, hingga rasa frustasi terhadap dirinya, sehingga melimpahkan emosi negatifnya  kepada orang lain.

Yang menjadi target bullying biasanya orang yang dianggap berbeda dan lebih lemah dari pelakunya. Hal-hal yang mengandung SARA pun bisa menjadi alasan bullying jika konsep toleransi belum di terima para pelaku.

Dalam wilayah komunitas, seiring berkembangnya jejaring komunikasi virtual, tindakan perpeloncoanpun akhirnya menjamah wilayah tersebut. Faktor yang paling umum adalah rasa aman dan kurangnya keberanian untuk melakukannya secara langsung.


Menyusul semakin banyaknya komunitas virtual yang dijadikan tempat perpeloncoan, istilah keyboard warrior pun muncul. Biasaya istilah ini dilabelkan kepada para pengguna sosial media yang aktif dan agresif dalam berkomentar. 

Sekilas para pelaku merasa aman dan nyaman dalam melancarkan aksinya. Tinggal duduk didepan layar dan mengetik saja.

Tak jarang berawal dari bullying yang dilakukan di laman virtual, berlanjut kedalam dunia nyata. Banyak publik-publik figur yang merasa tersearang oleh pasukan keyboard, kemudian melaporkan kasusnya ke pihak yang berwenang. 

Kemajuan teknologi tak bisa disalahkan atas fenomena ini. Sebab semuanya tergantung dari penggunanya. Selagi para pengguna dapat mengoptimalkan hati dan akalnya, rasa empati dapat terasah. Dari rasa empati tersebut, pengguna semakin hati-hati dalam menanggapi sesuatu.

Kalau dipikir-pikir, padahal pelaku tak mendapatkan apapun selain merasa puas atas tindakannya tersebut. Tindakan yang bisa dibilang sia-sia dan bisa mendatangkan malapetaka.

Aku Sayang Kalian ^_^


No comments:

Post a Comment